Minggu, 22 Mei 2011

MINYAK KAYU PUTIH

Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Minyak atsiri hasil destilasi atau penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) ini memiliki bau dan khasiat yang khas, sehingga banyak dipakai sebagai kelengkapan kasih sayang ibu terhadap anaknya, terutama ketika masih bayi. Minyak kayu putih digosokkan hampir di seluruh badan untuk memberikan kesegaran dan kehangatan pada si jabang bayi.
Karena penggunaannya yang luas tersebut, mutu minyak kayu putih yang dijual di pasaran perlu mendapat perhatian. Untuk memenuhi tuntutan mutu tersebut, lahirlah standar nasional kayu putih yang diusulkan oleh PT. Perhutani (persero) melalui Pantek 55S Kayu, bukan kayu dan produk kehutanan, yaitu SNI 06-3954-2001. Standar tersebut menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan minyak kayu putih yang digunakan sebagai pedoman pengujian minyak kayu putih yang diproduksi di Indonesia.
Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar cineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar cineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55%.
Secara umum, kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 15oC sebesar 0,90 – 0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20oC berkisar antara 1,46 – 1,47 dan putaran optiknya pada suhu 27,5oC sebesar (-4)o – 0oIndeks bias adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus sudut bias cahaya, sedangkan yang dimaksud putaran optik adalah besarnya pemutaran bidang polarisasi suatu zat.
Disamping itu, minyak kayu putih yang bermutu akan tetap jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam alkohol 80%, yaitu dalam perbandingan 1 : 1, 1 : 2, dan seterusnya s.d. 1 : 10. Dalam minyak kayu putih tidak diperkenankan adanya minyak lemak dan minyak pelican. Minyak lemak merupakan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan, seperti lemak sapi dan minyak kelapa, yang mungkin ditambahkan sebagai bahan pencampur dalam minyak kayu putih. Demikian juga minyak pelican yang merupakan golongan minyak bumi seperti minyak tanah (kerosene) dan bensin biasa digunakan sebagai bahan pencampur minyak kayu putih, sehingga merusak mutu kayu putih tersebut.
Bagian terpenting dalam standar tersebut, selain penetapan mutu di atas, adalah cara uji untuk mengetahui mutu minyak kayu putih, baik yang tercantum di dalam dokumen maupun kemasan. Pengujian dilakukan dengan dua cara, yaitu cara uji visual dan cara uji laboratories. Cara uji visual dilakukan untuk uji bau, sedangkan uji laboratories dilaksanakan untuk menguji kadar cineol, berat jenis, indeks bias, putaran optik, uji kelarutan dalam alkohol 80%, kandungan minyak lemak dan kandungan minyak pelican.
Minyak kayu putih merupakan salah satu produk kehutanan untuk tujuan ekspor yang penerapan standarnya bersifat wajib. Selain minyak kayu putih, produk kehutanan yang penerapan standarnya diwajibkan oleh Pemerintah adalah produk kayu lapis dan gambir. [IRM]

Senin, 02 Mei 2011

Kenali Zat Kimia Berbahaya dalam Makanan

Formalin


Pengawet formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan bau yang sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambah metanol hingga 15% sebagai pengawet.
Formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk kayu lapis dan desinfektan untuk peralatan rumah sakit serta untuk pengawet mayat.
Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi, dan bahaya kanker pada manusia. Bila tertelan formalin sebanyak 30 mililiter atau sekitar 2 sendok makan akan menyebabkan kematian.
Jika tertelan maka mulut, perut, tenggorokan akan terasa terbakar, sakit menelan, muntah, mual, dan diare. Tidak jarang juga menyebabkan pendarahan. Dapat mengkibatkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, sistem syaraf pusat dan ginjal.
Deteksi formalin kualitatif maupun kuantitatif secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia.
Namun, ada beberapa ciri pangan berformalin yang dapat membantu membedakan dari makanan tanpa formalin:
1. Mie basah berformalin
Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (25 derajat celcius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat celcius)
Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie yang lain.
2.  Tahu berformalin
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat celcius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat celcius).
Tahu terlampau keras, kenyal namun tidak padat.
3. Ikan segar atau hasil laut berformalin
Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 derajat celcius)
Warna insang merah tua dan tidak cemerlang dan warna daging putih bersih. (cr1/ri).






Kamis, 10 Februari 2011

PENETAPAN KADAR PROTEIN


Posted by: Ariein Analisis Protein 
11 Feb 
    Pengukuran konsentrasi protein secara akurat menjadi sangat penting peranannya mengingat hasil penetapan ini digunakan dalam perhitungan lain, seperti penentuan aktivitas enzim. Kesalahan dalam penetapan kadar protein akan berbuntut pada kesalahan-kesalahan di perhitungan selanjutnya. Berbagai metode analisis kuantitatif telah ditawarkan dengan kelebihan maupun kelemahan masing-masing. Secara umum, metode analisis kuantitatif protein digolongkan dalam:

  • Spektrofotometri:
    - Spektrofotometri UV
    - Kolorimetri
  • Volumetri:
    - metode Kjeldahl (didasarkan pada analisis Nitrogen)
    - titrasi formol
    Kuantifikasi protein secara kolorimetrik pada dasarnya terbagi dalam 2 golongan, yaitu berdasarkan pengikatan dengan zat warna (dye-binding) dan pembentukan kompleks dengan tembaga (copper-chelating).
    Metode-metode berdasarkan pengikatan dengan zat warna meliputi:
  1. Metode Bradford (Coomassie Blue)
  2. Metode Ninhydrin
  3. Metode Bromocresol Green
  4. Metode Erythrosin-B
  5. Metode 3′,3″,5′,5″-tetrabromophenolphtalein ethyl ester (TBPEE)
  6. Metode Woodward’s Reagent K
    Metode-metode berdasarkan pembentukan kompleks dengan tembaga meliputi:
  1. Metode Biuret
  2. Metode Lowry (Folin-Ciocalteu)
  3. Metode Bicinchoninic Acid (BCA)
  4. Metode FeCl3

Standard Protein

    Pemilihan standard protein merupakan penentu keberhasilan analisis kuantitatif. Bovine Serum Albumin (BSA) adalah protein yang umum digunakan sebagai standard dalam penetapan kadar protein. BSA banyak dipilih karena tingkat kemurniannya yang tinggi dan harganya relatif murah. Standard protein lain yang bisa digunakan adalah Bovine Gamma Globulin (BCG), terutama untuk keperluan kuantifikasi antibodi karena BCG menghasilkan warna yang sangat mirip dengan immunoglobulin G (IgG). Larutan induk (stok) standard protein biasanya dibuat dalam konsentrasi 1 - 5 mg/mL, namun tidak menutup kemungkinan dibuat larutan stok dengan konsentrasi yang lebih besar. Misalkan larutan stok standard protein yang ingin dibuat adalah 1 mg/mL sebanyak 100 mL, maka ditimbang 100 mg BSA kemudian dilarutkan dalam 100 mL akuades (sebaiknya bebas CO2). Perlu dicatat, ketika larutan stok dibuat, jangan dikocok, karena akan berakibat denaturasi protein (teramati sebagai buih di permukaan larutan). Untuk membantu pelarutan protein, cukup diaduk perlahan. Simpan larutan stok ini (bila belum digunakan) dalam freezer (atau lebih baik pada suhu -20oC).

Preparasi Sampel

    Sebelum sampel dianalisis, sampel harus dilarutkan terlebih dahulu, biasanya dalam buffer fosfat (PBS = Phosphate Buffer Saline). Proses pelarutan dilakukan dalam keadaan dingin. Bila sampel berupa padatan, jaringan atau sel, diperlukan langkah pendahuluan sebelum dilarutkan berupa penghancuran (diblender). Bila perlu, lakukan pemurnian protein untuk meminimalkan interferensi matriks. Cara paling sederhana adalah dengan mengendapkan protein menggunakan aseton Prosedur pengendapan protein:
  1. Tambahkan aseton 100% (yang telah didinginkan dalam es) pada larutan sampel hingga diperoleh konsentrasi akhir aseton 80% (misal: 2 mL larutan sampel + 8 mL aseton) dalam tabung sentrifuge.
  2. Vortex campuran tersebut, kemudian diinkubasi pada -20oC (atau pada freezer) selama 1 jam.
  3. Sentrifugasi pada kecepatan 15.000 rpm selama 20 menit pada 4oC.
  4. Buang supernatan, endapan dilarutkan kembali dengan PBS dengan vortex dan encerkan secara kuantitatif hingga volume tertentu.

Senin, 17 Januari 2011

avisditya_april: KERINDUANKU

avisditya_april: KERINDUANKU

KERINDUANKU

Ktk mentari tsipu malu,dblik awan kmrahan,
Aku rindu
Kala rintik hujan dsmbut stiap helai daun dgn pnuh ska cita kbhagian&harapan,q rindu.
Bs5 ilalang bkawan snja dg langit jingga mniupkn tnya,aknkah kmbali,q rindu.
Sngguh q sngt rindu tlalu rindu pd kksih jiwa yg q miliki.kasih yg slimuti jiwa&ragaq. .