Rabu, 25 April 2012

ZAT PENGAWET MAKANAN ALAMI DAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA

Bahan Pengawet Makanan Alami
Bahan pengawet makanan alami mengambil bahan dasar dari alam yang cukup banyak tersedia di sekitar kita. Bahan pengawet makanan itu diantaranya air ki, kunyit, chitosan dan asap cair.
1. Air ki
Air ki merupakan salah satu bahan perngawet alami yang menggunakan bahan dasar jerami. Cara penggunaannya cukup sederhana. Jerami dibakar hingga menjadi abu, lalu abu jerami dimasukkan ke dalam wadah yang diberi air dan rendam sekitar 1 sampai 2 jam. Selanjutnya disaring sehingga sisa pembakaran jerami tidak bercampur dengan air. Air sisa pembakaran jerami inilah yang disebut air ki. Air ki mengandung antiseptik yang dapat membunuh kuman, dengan pemberian air ki, makanan dapat bertahan lebih lama, seperti pada mi basah yang mampu bertahan sampai dua hari. (Ida Soeid, 2006)
2.Kunyit
Bahan pengawet makanan alami yang lain adalah kunyit. Kunyit dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena berfungsi sebagai antibiotik, antioksidan, antibakteri, anti radang dan antikanker. Di samping itu kunyit juga berfungsi sebagai pewarna alami, seperti yang biasa digunakan pada tahu. Kunyit basah kandungan utamanya adalah kurkuminoid 3-5 %, sedangkan pada kunyit ekstrak, kandungan kurkuminoid mencapai 40-50%. Untuk penggunaan kunyit disarankan agar tidak melalui pemanasan, terkena cahaya dan lingkungan yang basah. Sebaiknya kunyit ditumbuk, digiling dan diperas airnya. (Ida Soeid, 2006).
3.Chitosan
Chitosan merupakan produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan. Limbah kepala udang mencapai 35-50% dari total berat udang. Kadar chitin dalam berat udang berkisar antara 60-70% dan bila diproses menghasilkan sekitar 15-20%. Chitosan mempunyai bentuk mirip dengan selulosa.
Struktur Chitosan
Proses utama dalam pembuatan chitosan meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimia yang disebut deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya chitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Chitosan sedikit larut dalam air dan mempunyai muatan positif yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain serta mudah mengalami degradasi secara biologi dan tidak beracun, selain itu chitosan dapat berfungsi sebagai pelapis (coating), agar tidak dihinggapi lalat dan menghambat pertumbuhan bakteri (Linawati, 2006). Tetapi kekurangan dari penggunaan chitosan ini adalah pembuatannya yang cukup rumit sehingga sulit untuk dilakukan dalam skala kecil.
Bahan Pengawet Makanan Kimia Berbahaya
Zat adiktif makanan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam bahan makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, baik yang mempunyai nilai gizi maupun yang tidak mempunyai nilai gizi.
Beberapa manfaat penggunaan bahan tambahan pada makanan adalah:
1. Agar Dapat mempertahankan nilai gizi makanan tersebut
2. Tidak mengurangi zat-zat esensial di dalam makanan.
3. Untuk Mempertahankan dan memperbaiki mutu makanan.
Bahan pengawet makanan adalah bahan yang sudah ditambahkan ke dalam makanan dengan tujuan yaitu untuk mencegah dan menghambat kerusakan atau pembusukan makanan. Dengan pemberian zat pengawet, proses fermentasi (pembusukan), pengasaman, atau penguraian karena aktivitas mikroorganisme dapat dicegah sementara waktu.
Ada dua macam cara pengawetan pada makanan,yaitu pengawet alami dan pengawetan buatan.
a. Pengawetan alami itu dengan cara
• Menggunakan gula dan penggaraman, contohnya pembuatan manisan.
• Pengasapan, contohnya pada kelapa.
• Pendinginan, contohnya pada ikan dan buah-buahan.
b. Pengawet buatan, biasanya dilakukan dengan pemberian senyawa kimia,
seperti:
• Garam benzoat digunakan untuk sirup, margarin, dan kecap.
• Asam benzoat dan natrium benzoat: dipakai untuk pengawet minuman, jus buah, saus, dan kecap.
• Asam propionat dan natrium propionat: dipakai pada pengawet roti dan keju.
• Asam sorbat: dipakai untuk pengawet keju.

PEMANFAATAN BAHAN PENGAWET DAN ANTIOKSIDAN ALAMI PADA INDUSTRI BAHAN MAKANAN


1. PENDAHULUAN
Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia di samping
pendidikan, kesehatan dan sandang lainnya. Kebutuhan bahan pangan ini
akan terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Secara
garis besar masalah pangan dan sistem pangan umumnya dibagi atas sub
sistem produksi, pengadaan dan konsumsi. Bahan pangan tersebut akan
mengalami perubahan-perubahan yang tidak diinginkan antara lain
pembusukan dan ketengikan. Proses pembusukan dan ketengikan
disebabkan oleh adanya reaksi kimia yang bersumber dari dalam dan dari
luar bahan pangan tersebut.
Dari segi ilmu kimia, komponen utama dari bahan pangan terdiri dari
protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan pangan ini umumnya
disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimates dan oksidasi,
terutama yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat
mengalami dekomposisi. Dalam rangka menghambat proses kerusakan
pangan, oleh beberapa pengusaha digunakan bahan pengawet dan
antioksidan sintetis seperti formalin, asam benzoat, BHA (Butilated
Hydroxyanisol), BHT (Butylated Hidroxytoluene) dan TBHQ (Tertier
Butylated Hydroxyanisole) terutama untuk bahan makanan semi basah
seperti tahu, mie, bakso, ikan, daging serta minyak/lemak.
Pada saat ini penggunaan bahan pengawet dan antioksidan sintetis tidak
direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena
diduga dapat menimbulkan penyakit kanker (carcinogen agent). Karena itu
perlu dicari alternatif lain yaitu bahan pengawet dan antioksidan alami yang
bersumber dari bahan alam. Bahan pengawet dan antioksidan alami ini
hampir terdapat pada semua tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan tersebar
di seluruh tanah air. Sebagai contoh, asam sitrat yang bersumber dari jeruk
nipis telah lama digunakan oleh nenek moyang kita untuk menunda
pembusukan dari daging dan ikan. Gambir dan pinang kaya akan senyawa
polifenol yang mampu menghambat proses oksidasi dari bahan makanan
yang berlemak. Masalahnya adalah bagaimana metoda yang digunakan
untuk mengisolasi bahan pengawet dan antioksidan yang terdapat dalam
bahan alam tersebut.
Departemen Kimia, FMIPA USU yang diasuh oleh tenaga-tenaga ahli kimia
yang sudah profesional, seharusnya sudah mampu sebagai penyedia
sediaan bahan pengawet dan antioksidan dari bahan alami sehingga dapat
langsung digunakan oleh para pengusaha pengolah bahan makanan baik
dikalangan UKM/UMKM ataupun ibu-ibu rumah tangga.

  1. BAHAN PENGAWET DAN ANTIOKSIDAN
Beberapa bahan pengawet yang digunakan selama ini adalah formalin,
asam benzoat dan sebagai antioksidan adalah BHT, BHA, TBHQ dan lain-lain
bersumber dari bahan minyak bumi atau sintesis (Deiana M, 2003; Freidon
Shahidi, 2003). Penggunaan bahan pengawet dan antioksidan sintetis pada
saat ini tidak direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan karena diduga
dapat menyebabkan penyakit kanker (Carcinogenic Agent) (Hernani; Mono
Raharjo, 2005).
Asam sitrat dari jeruk nipis dan asam jawa sebagai bahan pengawet telah
lama digunakan, sementara sebagai antioksidan adalah senyawa polifenol
yang bersumber dari biji pinang dan gambir (Sihombing T., 2000; Amos,
dkk., 1998).
Isolasi asam sitrat dan polifenol dari sumbernya juga tidak begitu sulit
dilaksanakan, sehingga dapat digunakan oleh usaha kecil, menengah
(UKM/UMKM) atau industri pengolahan bahan makanan.
Berdasarkan literatur disebutkan bahwa senyawa kimia yang bersifat asam,
ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan beberapa
pertimbangan antara lain:
- Sifat asam dari senyawa dapat mencegah pertumbuhan mikroba
sehingga dapat bertindak sebagai pengawet (APC-6092-To; 2003).
- Pada pH rendah merupakan buffer yang dihasilkannya sehingga
mempermudah proses pengolahan (Kartasapoetra, 1996).
- Asam bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah
ketengikan dan browning pada bahan makanan yang mengandung
karbohidrat, protein minyak/lemak (Tranggono-1990).
- Dapat menurunkan pH larutan sehingga dapat mengintensifkan rasarasa
lain. Hal ini disebabkan pengaruh ion H+ atau ion H3O+ dari
asam (Rukmana R., 2003).
Asam sitrat (asam 2 – hidroksi 1,2,3 – propanatrikarboksilat) merupakan
asam dengan molekul polifungsional yaitu satu gugus hidroksil dan tiga
gugus karboksilat (Rukmana R., 2003) dengan rumus bangun:
H2C – COOH
|
HO – C – COOH
|
H2C – COOH (C6H7O8)


Dari strukturnya dapat dilihat bahwa asam sitrat ini dapat berfungsi sebagai
kelator terhadap logam.
Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran. Dalam jeruk
lemon dan limau (jeruk nipis dan jeruk purut) sekitar 8% bobot basah. Pada
temperatur kamar, asam sitrat berbentuk kristal, berwarna putih. Serbuk
putih kristal tersebut dapat berupa anhydrous (bebas air) atau bentuk
monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam
sitrat. Bentuk anhydrous asam sitrat mengkristal dalam air panas,
sedangkan bentuk monohidrat didapatkan dari kristalisasi asam sitrat dalam
air dingin. Bentuk monohidrat tersebut dapat diubah menjadi bentuk
anhydrous dengan pemanasan di atas 700C. Selain dari penggunaan
sebagai pengawet makanan dan minuman juga sebagai pemberi cita rasa,
menghilangkan kesadahan air dengan menghilangkan ion-ion logam yang
terakomodasi pada bahan penukar ion sebagai komplek sitrat. Dalam
industri bioteknologi dan obat-obatan digunakan sebagai pelapis (passivate)
pipa mesin, dalam proses kemurnian tinggi untuk menggantikan asam
nitrat.
Antioksidan dalam bahan makanan berlemak berperan sebagai inhibitor
atau pemecah peroksida (Freidon Shahidi – 2003; Gulgun Yildiz – 2003).
Mekanisme oksidasi pada lemak/minyak pada prinsipnya merupakan proses
pemecahan yang terjadi di sekitar ikatan rangkap dalam molekul gliserida.
(Silvia Taga, 1994; Sunakim, 2002). Proses oksidasi ini terjadi dalam satu
seri tahap reaksi yaitu tahap inisiasi, diikuti oleh tahap propagasi dan tahap
terminasi sebagai berikut:
Inisiasi : RH R• + H+
Propagasi : R• + O2 ROO•
ROO• + RH ROOH + R•
Terminasi : ROO• + •OOR + O2 ROOR + ROO•
ROO• + R• ROOR
R• + R• R – R
Mekanisme oksidasi pada minyak/lemak penting dalam perencanaan
operasi dan optimasi proses.
Adanya logam walaupun dalam jumlah kecil (trace) mempunyai peran
sebagai prooksidan karena menambah radikal bebas akibat perannya
sebagai pemecah peroksida.
M+ + ROOH �� RO• + OH- + M++
M++ + ROOH �� ROO• + OH+ + M+
---------------------------------------------- +
2 ROOH �� RO• + ROO• + H2
Logam-logam seperti Cu+ dan Cu2+ atau Fe2+ dan Fe3+ mengkatalis hidrogen
peroksida, mudah mengalami pemecahan menjadi radikal RO• dan ROO•,
karena logam ini dapat mengalami oksidasi-reduksi (Neczk M., 1994;
Stavros Lalas, 2002). Adanya panas juga sangat memacu proses oksidasi
terutama pada suhu di atas 600C. Peningkatan suhu di atas 150C laju
oksidasi menjadi dua kali lipat (Tranggono, 1990).
Di samping itu aerasi membawa oksigen menjadi bersinggungan dengan
lemak/minyak, juga akan meningkatkan laju oksidasi (Hernani, 2005).
Enzim lipase dan lepogenase yang terdapat secara alami pada jaringan
hewan dan tanaman juga dapat mempengaruhi laju oksidasi.
Foto oksidasi asam lemak tak jenuh berlangsung melalui mekanisme nonradikal
(Tranggono, 1990, Jaffar Naorozz, 1995). Dalam hal ini terjadi
reaksi langsung antara oksigen singlet (1O2) dengan ikatan rangkap karbonkarbon
melalui kombinasi adisi “ena” sehingga terbentuk hidrogen
peroksida pada masing-masing karbon tak jenuh.
1S + hv �� 1S• + 2 S• + 3S•
3S• + 3O2 �� 1O• + 1S
1O2 + RH �� ROOH
S adalah sensitisator dan tanda (S•) menunjukkan eksitasi elektron.
Oksidasi enzimatis terhadap lemak tak jenuh oleh lipoksidase secara
steriospesifik menghasilkan hidrogen peroksida optis – aktif yang
mengandung sistem ikatan rangkap cis – trans terkonjungasi (Gulgun Yildiz,
2003).
Peran antioksidan dalam molekul berlemak adalah sebagai inhibitor atau
pemecah peroksida. Mekanisme penghentian rantai reaksi oksidatif
(Hernani, 2005) adalah sebagai berikut:
Dengan adanya elektron pada radikal peroksi
Dengan donasi atau hydrogen pada radikal peroksi
Dengan adisi pada radikal peroksi sebelum atau sesudah terjadi
oksidasi parsial
Berkaitan dengan radikal hydrogen, bukan radikal peroksi
Sinergisme dapat diartikan sebagai peranan gabungan antara dua atau
lebih agensia sedemikian rupa sehingga total pengaruh yang lebih besar
dari penjumlahan pengaruh masing-masing agensia bila tanpa dilakukan
penggabungan. Asam-asam dapat berfungsi sebagai pengkhelat logam
(sinergis asam). Logam dalam jumlah kecil merupakan faktor pemicu
perubahan oksidatif awal yang mudah dikenal secara organokleptik pada
makanan. Dengan adanya asam maka peubah oksidatif berkurang sehingga
peran antioksidan menjadi lebih baik. Beberapa peneliti telah mencoba efek
sinergisme antara asam dengan BHA dalam mencegah proses reaksi
oksidasi minyak/lemak dari minyak kelapa sawit. Efek sinergisme ini dapat
berupa pengikatan logam, pemecahan peroksida dan agensia pelindung
(Tranggono, 1990).

          1. SUMBER-SUMBER BAHAN PENGAWET DAN ANTIOKSIDAN
Tanaman yang berkhasiat sebagai bahan pengawet dan antioksidan
menurut Hernani dan Mono Raharjo (2002) dikelompokkan atas 4 golongan
yaitu:
1. Kelompok tanaman sayuran
Brokoli, kubis, lobak, wortel, tomat, bayam, cabai, buncis, pare,
mentimun, dan sebagainya.
2. Kelompok tanaman buah
Anggur, alpukat, jeruk, semangka, markisah, apel, belimbing,
pepaya, kelapa, dll.
3. Kelompok tanaman rempah
Jahe, temulawak, kunyit, lengkuas, temu putih, kencur, kapulaga,
temu ireng, lada, cengkeh, pala, asam jawa.
4. Kelompok tanaman lain
Teh, ubi jalar, kedelai, kentang, labu kuning, pete cina, dll.
Dari segi kimia komponen yang dikandung oleh sumber-sumber antibiotik
tersebut adalah:
- Sejenis polifenol
Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai
aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan
untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan,
Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami
pada Industri Bahan Makanan
7
kosmetik, farmasi, dan plastik. Fungsi polifenol sebagai penangkap
dan pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion logam. Senyawa
polifenol banyak ditemukan pada buah, sayuran, kacang-kacangan,
teh dan anggur.
- Bioflavanoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, antosianidan,
isoflavon)
Kelompok ini terdiri dari kumpulan senyawa polifenol dengan
aktivitas antioksidan cukup tinggi. Senyawa flavanoid mempunyai
ikatan gula yang disebut sebagai glikosida. Senyawa induk atau
senyawa utamanya disebut aglikon yang berikatan dengan berbagai
gula dan sangat mudah terhidrolisis atau mudah terlepas dari gugus
gulanya. Di samping itu senyawa ini mempunyai sifat antibakteri dan
antiviral.
- Vitamin C
Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya.
Vitamin C ini dapat berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan,
pengikat logam, pereduksi dan penangkap oksigen. Dalam bentuk
larutan yang mengandung logam vitamin C bersifat sebagai
proantioksidan dengan mereduksi logam yang menjadi katalis aktif
untuk oksidasi dalam tingkat keadaan rendah. Bila tidak ada logam,
vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi tinggi.
Tubuh sangat memerlukan vitamin C, karena kekurangan vitamin C
dalam darah dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti: asma,
kanker, diabetes, dan penyakit hati. Selain daripada itu vitamin C
dapat memperkecil terbentuknya penyakit katarak dan penyakit
mata.
- Vitamin E
Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan memproteksi
sel-sel membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dari
kerusakan radikal bebas. Vitamin E dapat juga membantu
memperlambat proses penuaan pada arteri dan melindungi tubuh
dari kerusakan sel-sel yang akan menyebabkan penyakit kanker,
penyakit hati dan katarak. Vitamin E dapat bekerja sama dengan
antioksidan lain seperti vitamin C untuk mencegah penyakit-penyakit
kronik lainnya, namun dalam mengkonsumsi vitamin ini dianjurkan
jangan terlalu berlebihan karena akan menekan vitamin A yang
masuk ke dalam tubuh.
- Karotenoid
Beta karotein adalah salah satu dari kelompok senyawa yang disebut
karotenoid. Dalam tubuh senyawa ini akan dikonversi menjadi
vitamin A. Kekurangan beta-karotein dapat menyebabkan tubuh
terserang kanker servik. Kanker ini banyak menyerang kaum wanita
yang mempunyai kadar beta-karotein, vitamin E dan vitamin C
rendah dalam darah. Untuk kaum laki-laki vitamin E sangat efektif
mencegah penyakit kanker prostat. Golongan senyawa karotenoid
antara lain: alfa-karotein, zeaxanthin, lutin dan likopen.
- Katekin
Katekin termasuk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan
flavanoid yang banyak terdapat pada teh hijau. Dalam ekstrak teh
terkandung 30-40% katekin. Epigallokatekin merupakan katekin
yang sangat penting dari teh hijau karena mempunyai daya
antioksidan yang cukup tinggi, serta berperan dalam pencegahan
penyakit jantung dan kanker. Dalam daun kering, teh hijau terdapat
sekitar 30-50 mg flavanoid.

4. PEMISAHAN DAN PENGUJIAN KADAR BAHAN PENGAWET DAN
ANTIOKSIDAN DARI BAHAN ALAM

Kandungan bahan pengawet dan antioksidan dalam bahan alam umumnya
kecil. Dalam pemakaian yang efektif seharusnya digunakan sesuai dengan
kebutuhan. Karena itu agar pemanfaatan bahan pengawet dan antioksidan
ini perlu dipisahkan atau diisolasi dari sumbernya, selanjutnya ditentukan
kadar dan aktivitasnya sebagai bahan pengawet dan antioksidan. Sebagai
contoh yang telah dilakukan adalah pemisahan dan penentuan kadar asam
sitrat dari jeruk nipis dan antioksidan dari buah pinang dan gambir
(senyawa polifenol).
Asam sitrat dari sumbernya dapat dipisahkan dengan mengendapkan sitrat
dari larutannya dengan penambahan Ca(OH)2 (HPC-6092-To,2003)
membentuk endapan kalsium sitrat. Sitrat dari endapan dipisahkan lagi
dengan kolom yang berisi resin penukar kation (Rohim, 1999), dielusi
dengan aquabides. Filtrat dipekatkan dan kadar ditentukan dengan HPLC.
(Rohn and Hess, 1999). Demikian juga senyawa polifenol dari biji pinang
dan gambir dapat dipisahkan dengan cara ekstraksi pelarut (etanol-air);
(aseton-air) dan air pada 800C dari bubuk. Total polifenol ditentukan
dengan cara volumetric (metoda stara Asam Tannat, SAT) atau dengan
spektrofotometer (Metoda Kolorimetri, pembentukan warna biru oleh
reduksi asam phosphotungtatmolybdic). Jenis polifenol ditentukan setelah
difraksinasi menggunakan kolom kromatografi (sepadex LH-20) dengan
eluen methanol-air (4:1) v/v. Pemurnian selanjutnya dengan KLT dengan
menghitung Rf dan eluen (toluene –aseton – asam formiat) (6:6:1) v/v/v dan (tert-butanol-asam asetat-air) (3:3:1) v/v/v. Fiksasi dengan FeCl3 1%
[K3Fe(CN)6] 1% dalam metanol. Sebagai pembanding digunakan asam
catechutanic, pyrocatethecol, catechin dan asam gallat. Uji struktur dengan
1HNMR, IR dan MS dan kadar dengan HPLC (Stavros Lalas, 2002; Tsakins
J.S. 1988). Beberapa peneliti terdahulu telah memisahkan senyawa
polifenol dari biji-bijian dan digunakan sebagai antioksidan antara lain:
Naczk. M; J. Pink (2001) menyatakan rasa sepat pada biji-bijian dan bagian
tanaman disebabkan oleh senyawa polifenol. Senyawa polifenol ini
mempunyai aktivitas biologis sebagai antioksidan dan dapat mengkilat
logam (Dan E. Pratt, 1979).
Dari biji kacang kedelai telah diisolasi 9 senyawa polifenol yang mempunyai
sifat antioksidan terhadap minyak dan lemak, diantaranya; valilic, caffeic,
p-coumaric dan p-hydroxy benzoic. Ekstraksi diawali dengan metanol dan
pemurnian dengan TLC dari ekstrak pekat.
Deiana M., 2003, telah mengisolasi dan menguji aktivitas anti oksidan
terhadap minyak dan lemak dari ekstrak Dephegnidium. L. Isolat yang
diperoleh antara lain: dephnetin, daphnin, daphnoretin, dan quercetin.
Aktivitas antioksidan dari isolasi terhadap minyak dan lemak ini
dibandingkan dengan BHT dan hasilnya sama.
Dari biji Niger (Guazotia abyssinica) telah diekstrak dengan tiga jenis
pelarut h (A = 80 : 20 v/v etanol/air); aseton-air B = 80 : 20 v/v dan C =
air pada 800C. Ekstrak kasar difraksinasi menjadi 4 fraksi menggunakan
eluen metanol – air (4 : 1) v/v. Setelah dipekatkan masing-masing ekstrak
kasar ini diuji aktivitas antioksidannya terhadap asam linoleat dengan
konsentrasi 0,5 mg/5 ml : 1 mg/5 ml; 1,5 mg/5 ml dan 2 mg/5 ml. Sebagai
pembanding digunakan juga BHA, juga memberikan hasil yang sama.
Silvia Taga, M. (1984) telah mengekstraksi senyawa polifenol dari biji Chia
sebagai antioksidan alami menggunakan pelarut metanol-air. Selanjutnya
senyawa polifenol dipisahkan menjadi senyawa polifenol yang terkondensasi
dan yang terhidrolisa. Ekstrak kasar dari kedua jenis polifenol ini diuji
antioksidannya terhadap asam linoleat. Isolasi selanjutnya diperoleh: asam
cafeic dan asam krogenik untuk polifenol yang tidak terhidrolisa dan
myrcetin, quercetin, serta kamferol dari polifenol yang terkondensasi. Di
samping itu juga terdapat asam caffeic yang semuanya bersifat antioksidan.
Dari biji Moringa oleifera yang tumbuh di Malawi telah diekstrak dengan
kloroform – metanol (50:50) v/v (Stravros Lalas, 2002). Ekstrak kasar diekstrak lagi dengan campuran dietyl ether-n-butanol-air dan ditampung
dalam 4 fraksi. Keempat fraksi dipekatkan dan diuji aktivitas antioksidannya
terhadap minyak bunga ros dalam berbagai konsentrasi.
Aktivitas antioksidannya ditentukan melalui pengukuran bilangan peroxide
(PV); absorbansi molar ( 1%
1cm E pada 232 nm) dan penentuan MDA hasil
oksidasi dari minyak/lemak kemudian dibandingkan dengan BHT.
Sun Kim (2002) telah menguji perubahan komposisi asam lemak akibat dari
penggunaan antioksidan dari ekstrak lada merah (Capsicum annuum L.).
Sebelum komponen antioksidan dipisahkan, lemak dari biji lada merah
diekstraksi menggunakan n-Heksana. Ampas diekstrak dengan diethyl-eter
untuk memperoleh antioksidan. Perubahan komposisi asam lemak dilakukan
dengan gas kromatografi.
Pengujian aktivitas antioksidan terhadap lemak dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain:
- Pengukuran perubahan bilangan peroksida (Gulgun Yildiz, 2003).
- Pengukuran hidrogen peroksida menggunakan FOX (Ferrous
Oxidation Xyneol Assay) (Jaffar Neonrozz – Zaedah, 1995).
- Pengukuran derajat oksidasi asam linoleat dan linolenat dengan
metode penimbangan (Jahar N.; Matikuinner, 2003).
Sementara untuk menentukan bilangan peroksida (PV) (Pagnot and A.
Hautfene, 1997) dapat dilakukan dengan: FT-IR (Frontair Infra Red
Spectrofotometry), Gabungan Ion Spray Mass Spektrometry (GC/MS), GCMS,
HPLC, Teknik Spectroscopy IR dan NMR, perbedaan serapan UV pada
232 nm, NIR Transmission Spectroscopy (AOAC), Iodometri (Volumetris)
dan FOX (Ferous Xylenol Orange).

5. PROSPEK PEMANFAATAN BAHAN PENGAWET DAN ANTIOKSI DAN
ALAMI

Pemanfaatan bahan pengawet dan antioksidan alami saat ini dan masa
mendatang bukan hanya digunakan untuk bahan makanan tetapi juga
sebagai menunda penuaan dini yang disebut anti aging. E.N. Kosasih, dkk.
dalam buku “PERAN ANTIOKSIDAN PADA LANJUT USIA” mengatakan
bahwa: “Terdapat kaitan erat antara status kesehatan dan usia harapan
hidup manusia dengan pola konsumsinya”.

Sebagai contoh:
Negara dengan mayoritas penduduk berusia panjang seperti Jepang,
mengkonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan seperti kacangkacangan,
sayur, buah serta berkebiasaan minum teh hijau. Masyarakat
Eskimo yang hidupnya tidak lepas dari konsumsi ikan, jarang menderita
penyakit jantung. Kelompok masyarakat yang terbiasa mengkonsumsi susu
fermentasi ternyata mempunyai rata-rata usia yang lebih panjang.
Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisir radikal beban dan
melindungi tubuh dari beragam penyakit, termasuk penyakit degeneratif
pada usia lanjut seperti arteriosklerosis, demensu penyakit Alzheimer serta
membantu menekan proses tua.
Antioksidan dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan
elektron yang tidak berpasangan, mendapat pasangan elektron sehingga
tidak liar lagi. Peran positif dari antioksidan adalah membantu sistem
pertahanan tubuh bila ada unsur pembangkit penyakit memasuki dan
menyerang tubuh.
Proses tua tidak dapat dielakkan dalam kehidupan setiap insan di muka
bumi ini. Banyak hal yang diupayakan oleh manusia untuk mencegah
terjadinya proses tua, tetapi itu semuanya tidak dapat menghentikannya,
hanya bersifat memperlambat. Proses tua menjadi bagian dari perjalanan
hidup manusia, ibarat mesin yang terus bekerja, suatu saat akan “aus” dan
menjadi rusak. Hal yang utama yaitu menjaga agar mesin tersebut tidak
menjadi cepat rusak dan mengoptimalkan fungsi dan kapasitas sesuai
dengan kondisinya. Proses tua yang dialami manusia ibarat momok yang
sangat menakutkan baik bagi laki-laki maupun perempuan dan mau tidak
mau hal tersebut tetap terjadi sesuai dengan pertambahan usia kita.
Beberapa hal yang diupayakan oleh setiap orang untuk menghadapi
kemungkinan akibat dari proses tuanya antara lain:
Berpikir positif, tetap gembira, dan semangat dalam menjalani hidup.
Hadapilah semua hal dalam proses tua secara optimis, berbuat yang
terbaik dan senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sadarilah bahwa proses tua bukanlah suatu hal yang harus dihindari,
melainkan harus tetap dihadapi dengan bahagia.
Terapkan pola hidup sehat, hindari hal-hal yang dapat memicu
radikal bebas.
Perbanyak konsumsi makanan alami maupun suplemen yang
mengandung antioksidan.
Menjaga keseimbangan dalam hidup yang meliputi aspek mental,
spiritual, fisik, dan sosial.
Berbagai kajian dan studi tentang antioksidan masih perlu dilakukan,
mengingat manfaatnya yang besar bagi kesehatan. Bahan-bahan alami dari
sumber kelautan (tumbuh mikro alga dan hewan laut); tanaman tropis
(daun, batang, bunga, dan buah) perlu dieksplorasi karena kandungan
bioaktifnya yang bersifat antioksidan belum tuntas dikembangkan.

PENUTUP

Indonesia kaya akan sumber daya alam yang berkhasiat sebagai bahan
pengawet dan antioksidan alam, dimana belum dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku.
Tantangan dampak krisis ekonomi global yang saat ini ikut menerpa negara
kita, perlu direspons dengan memberdayakan potensi sumber daya
alamnya serta melakukan terobosan modifikasi isolasi sampai penyediaan
sendian, yang secara nyata akan meningkatkan nilai ekonomisnya
menghasilkan produk bersifat multifungsi dan multiguna.
Pengembangan industri kimia pengawet dan antioksidan, merupakan bagian
dari alternatif perwujudan visi USU “University for Industry”. Untuk
pengembangan penelitian dasar dan aplikasi modifikasi isolasi komponen
kimia, diperlukan kolaborasi dari berbagai disiplin iptek, seperti bidang
kimia, biologi, biokimia, farmakologi, kedokteran, pertanian, teknik kimia,
teknik industri, dan lain-lain. Karena itu bidang ilmu yang ada di USU
tersebut perlu melakukan sinergi/interaksi yang lebih intensif untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Sehingga dunia perguruan tinggi
menjadi sentral dalam menstimulasi dunia usaha/praktisi dan pemerintah
agar publikasi-publikasi ilmiah tersebut dapat diaplikasikan dalam skala
industri dan secara nyata akan meningkatkan perekonomian masyarakat.
e A, B, dan C. 1 Oktober–30 Desember 2000
Medan.
6. Lokakarya Pengelolaan Materi Praktikum Laboratorium Kimia FMIPA